Sumber Gambar |
Judul: Surat Untuk Ruth
Penulis: Bernard Batubara
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Editor: Siska Yuanita
Saya baru menulis review buku ini setelah
membacanya yang kedua kali. Karena setelah membaca pertama kalinya, saya tidak
sempat membuat catatan apapun. Saya terlalu sibuk menangis. Yeah. I’m mellow
girl that why. Dan untuk menyelesaikan buku ini yang kedua kalinya, saya
membutuhkan waktu 3 hari. Tiga hari yang menyesakkan untuk sebuah buku berisi
165 halaman.
Saya mengira, tidak ada yang lebih menyakitkan
dibandingkan dengan mengalami cinta sepihak sebanyak 7 kali. Ya, saya orangnya
yang mengalami cinta sepihak sebanyak itu. Jika saya menuliskan kisah cinta
sepihak itu, akan ada 7 buah buku yang saya yakin hanya akan berakhir sebagai
bungkus tempe atau gorengan. Tapi Bernard Batubara merobohkan keyakinan yang
saya miliki selama ini. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada pasangan yang
saling mencintai tetapi tidak bisa saling memiliki.
Saya jatuh cinta dengan Are. Tokoh utama dalam
buku ini adalah pendamping yang saya idam-idamkan. Ia mampu menangkap
detail-detail kecil yang mampu membuatnya jatuh cinta pada Ruth. Karena, Are
tidak hanya tertarik pada kecantikan paras Ruth saja, tapi juga hal-hal kecil
yang juga melengkapi dan membuat sosok Ruth menjadi seorang manusia yang
memiliki kelebihan dan kekurangan. Are juga mampu mensyukuri hal-hal kecil yang
kadang terlewat oleh manusia yang sedang jatuh cinta.
Perkenalan saya dengan Bernard (melalui
bukunya) sebenarnya bukan melalui bukunya yang keenam ini, tetapi melalui buku
kelimanya Cinta. (baca: cinta dengan
titik). Cinta. membuat saya ingin membaca karya-karya Bernard lain karena
kemampuan deskriptifnya - yang diakuinya ia dapatkan dari membaca novel
stinsil-. Terutama bagaimana dia mendiskripsikan tokoh-tokohnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar