Drama
ini berakhir dengan hangat (dan belum begitu nyaman, karena memang ending
sebuah drama Korea tak pernah membuatku nyaman). Our True Pairing (OTP)
mengakhiri kisahnya dengan cuddling di depan Resto merencanakan pernikahan
mereka. Akhirnya setelah kurang lebih 8 episode bertanya-tanya kenapa mereka
ngga jadian aja? Hong-Sis dan Tim Produksi memutuskan untuk mengakhiri
kebodohan para OTP dan menjadikan mereka sebagai pasangan kekasih di episode
15. Drama ini benar-benar membuat
kepalaku nyeri karena seringnya aku menjambak rambut saking kesalnya pada OTP
yang saling tarik ulur (Milgodangigi/Mildang). Ditambah lagi Noble Idiocy yang
ngga masuk akal, dimana membuat Geon Woo (Yeo Yoon Seok) harus keluar Jeju
selama satu tahun.
Point
menyebalkan lainnya adalah adanya karakter Mook Ji Won. Duh, ngga ngerti setan
apa yang merasuki Hong-Sis sehingga menciptakan karakter vilain yang cocoknya
ada di Makjang drama. Mok JI Won di sini digambarkan tokoh yang stagnan dengan sifat
licik, penghasit dan mata duitan. Nih karakter antagonis Khas sinetron
Indonesia banget nih, jangan jangan Hong-Sis hobi nonton sinetron Indonesia
lagi dan terinspirasi menciptakan karakter MJW.
Aku
heran pada diriku sendiri yang masih mau mengikuti drama ini hingga akhir.
Seperti ulasan yang sudah ku buat di postingan sebelumnya, aku masih ngga
menemukan daya tarik apa yang mampu membuat ku bertahan hingga akhir drama ini.
Setelah melakukan ritual ‘renungan dalam kloset’ mungkin beberapa faktor
dibawah tanpa sadar membuatku untuk tetap melihat bagaimana akhir kisah Goon Wo
si Lazy Grasshoper dan Jeong Jo si Diliggent Ant.
Metafora
Aku sangat
suka dengan penggunaan metafora dalam sebuah karya, baik itu lisan maupun
tulisan. Karena menurut pendapat pribadi
ku penggunaan metafora menambah kesan dramatis sekaligus putis dalam sebuah
karya. Dan masih menurutku juga, Metafora dapat memperdalam arti sebuah
keadaan/kata dari makna yang sesungguhnya. Orang yang berpengaruh dalam
kesukaan ku memperhatikan (dan menggunakan) metafora adalah Bang Raditya Dika. Di dalam bukunya
banyak sekali meta-jokes yang ngga Cuma lucu tapi juga bikin kita mikir.
Hong
Sister Writer-nim memang terkenal dengan penggunaan Metafornya (hampir seluruh
karya yang mereka buat menggunakan metafor karya atau legenda). Misalnya saja
Metafora Wolf and Lamb dari Manga On The Stormy Night yang menjadi dasar dari
drama Master’s Sun, kisah Putri Duyung di drama My Girlfriend is a Gumiho, dan
Grasshoper and Ant di serial W&C kali ini. Selain menggunakan metafora
untuk menjelaskan hubungan para tokoh utamanya, Hong Sis juga menggunakan
banyak metofora untuk filler drama itu sendiri. Hal ini membuat para pembaca di
Dramabeans mulai geram karena memang bisa dikatakan setiap episode ada metafora
baru yang membuat kita bosan menebak-nebak arti dari metafora itu (Ini benar
benar sulit bagi internasional viewer yang ngga begitu paham tentang kebudayaan
dan bahasa populer di Korea Selatan, That’s why I really glad and thankfull to
Subbing Team so we can understand what they’re said).
Jeju-Island
Hmmm, siapa sih yang ngga
terkagum-kagum pada keindahan Pulau Bali-nya Korea Selatan (Tuh kan pakai
metafora lagi!)? Drama ini berlatar
belakang di pulau Jeju, tapi obyek panorama Jeju nya hanya beberapa saja yang
ditampilkan. Seperti misalnya pemandangan gardu pandang (entah itu apa namanya,
aku ngga begitu memperhatikan nama asli tempatnya) yang sudah aku lihat di
Heartstring(a.k.a You’ve Fallen to Me); Sunrise dari gardu pandang itu (itupun
hanya hasil Computer Graphic/CG yang kelihatan awkward banget, aku malah sempat
berpikir jangan jangan art directornya drama ini adalah kru sinetron Indonesia
yang ada naga terbangnya itu); Pemandangan dari atas Hotelnya Junsu JYJ (yang
jelas-jelas iklan banget biar hotelnya doi laku) dan bahkan taman bunga yang dijadikan foto poster diatas tidak ditampilkan lagi di drama. Kenapa aku menonton drama ini
sampai habis karena aku pengin banget melihat pemandangan Jeju selain yang
sudah kusebutkan di atas. Eh, ternyata aku harus kecewa karena mereka( (Tim Produksi) hanya
menghabiskan detik-detik terakhir dengan latar belakang di Restoran “Warm and Cozy” saja. Yah, mungkin
mereka keterbatasan waktu karena memang proses Shooting drama ini bisa dibilang
striping.
Light Ploting Drama
Drama
Kill Me Heal Me dan Falling For Innocence membuat otak, tenaga, dan Jiwa ku
lelah karena ploting misteri yang mereka angkat. Sehingga aku pengin melihat
drama yang plotnya sederhana saja. Maka aku mengikuti drama ini sampai akhir (daripada aku
harus berkutat dengan Skripshit). Tapi ternyata drama ini tidak cocok untukku
yang sudah menonton drama selama kurang lebih 6 tahun. Karena dengan pengalaman
selama itu, aku sekarang mulai menganalisis gimana jalannya cerita, logis ngga
karakternya, gimana settingnya, gimana pengambilan gambarnya, dsb. Dengan
begitu aku tidak bisa menikmati drama ini. Analoginya gini, Misalkan seorang
anak yang kemampuan matematisnya bagus sehingga kelas satu SD dia sudah bisa
perkalian dan pembagian tapi dia disuruh mengerjakan soal tambah dan kurang.
Jadi drama ini sama kaya soal tambah dan kurang bagi anak tadi terlalu mudah
dan tidak ada tantangan. Ok aku memang mencari plot yang sederhana tapi drama
ini mengambil/menggunakan kembali plot-plot yang sudah ada sebelumnya. Ini mah
bukan sederhana namanya Plotnya sama dengan drama lain.
Huh,
sepertinya beberapa point di atas bukanlah alasan logis kenapa aku masih
bertahan melihat drama ini sampai akhir. Entahlah, semuanya ada saja point
negatif yang malah sepertinya membuatku membuang-buang waktu 16 jam untuk
melihat drama ini. Haha, mencoba berpikir positif sepertinya ada beberapa hal
yang ku pelajari dari drama ini diantaranya
- Boleh menggunakan metafora asal jangan banyak banyak, karena pembaca akan bosan dan bingung jika semua yang kutulis adalah metafora
- Jangan menonton Dramanya Hong-Sis kalau mereka ngga bikin drama fantasi. Drama ini dan Big membuktikan kalau ranah Hong-Sis itu di fantasi, mereka kurang begitu bagus di ranah Real-Sory.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar